Understanding Hypnotic Depth
Adi W. Gunawan
Hypnotic depth atau kedalaman hipnosis adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan seberapa dalam seseorang masuk ke kondisi hipnosis. Kedalaman hipnosis dapat dilihat dengan dua cara yaitu secara objektif dan subjektif.
Secara objektif kedalaman hipnosis diamati melalui respon perilaku subjek terhadap induksi hipnosis dan sugesti hipnosis yang ia terima, misalnya tangan terangkat ke atas, gerakan tangan berputar, dan sebagainya. Pengamatan secara objektif menjelaskan tingkat reseptivitas subjek. Dengan demikian bila dikatakan subjek masuk semakin dalam maka arti sebenarnya adalah pikiran bawah sadar subjek menjadi semakin reseptif menerima dan menjalankan pesan yang disampaikan terapis.
Sedangkan pengamatan kedalaman hipnosis secara subjektif dilakukan dengan merasakan berapa dalam seseorang tercerap ke dalam pengalaman hipnosis pada satu waktu tertentu.
Ada kebingungan di kalangan hipnoterapis khususnya dengan kata “kedalaman” yang sering digunakan di berbagai buku atau literatur. Kadang, kedalaman yang dimaksud merujuk pada respon perilaku, kadang merujuk pada pengalaman perasaan, dan kadang keduanya.
Sayangnya, indikator kedalaman yang dapat diamati secara kasat mata dalam bentuk respon perilaku dan perasaan subjektif mengenai kedalaman yang dimasuki subjek saat dalam kondisi hipnosis, tidak selalu sejalan.
Bisa saja seseorang merasa masuk sangat dalam dan secara intens tercerap dalam pengalaman hipnosis namun tidak memberi respon perilaku yang sederhana seperti ideomotor response. Bagi subjek tertentu, kedalaman hipnosis yang mereka capai terukur dari respon perilaku yang muncul, sedangkan untuk subjek lainnya, kedalaman ini lebih bersifat pengalaman subjektif. Dengan demikian kemampuan berespon dalam konteks kedalaman hipnosis melibatkan baik respon perilaku dan respon pengalaman yang intens, setidaknya untuk subjek yang sangat sugestif.
Bila respon hipnotik atau kedalaman diukur berdasar perilaku maka dikatakan derajat kedalaman ini terukur secara objektif. Sedangkan bila respon hipnotik atau kedalaman diukur berdasar laporan atas pengalaman subjektif, misalnya tingkat tercerapnya subjek ke dalam pengalaman hipnotik atau berada dalam altered state of consciousness (kondisi kesadaran yang meningkat), maka kedalaman ini berdasar pengalaman subjektif.
Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Hilgard yang menyatakan bahwa kedalaman hipnosis harus ditetapkan berdasarkan dua hal yaitu respon perilaku dan pengalaman subjektif. Hilgard mendefinisikan kemampuan hipnotik sebagai “kemampuan untuk dihipnosis, mengalami pengalaman dengan karakteristik seseorang dalam kondisi hipnosis, dan memberi respon perilaku sejalan dengan kedalaman hipnosis yang dicapainya.”
Hipnoterapis yang cermat akan mengamati bagaimana kliennya berespon dan mendorongnya untuk mengutarakan, secara verbal, pengalaman hipnosisnya; apa yang ia rasakan atau dialami. Hal ini sangat penting dilakukan terutama bagi klien yang respon perilakunya tidak sejalan dengan pengalaman subjektifnya.
Kemampuan masuk ke kondisi hipnosis adalah bakat dan keterampilan. Bakat, maksudnya, ada subjek yang dapat dengan cepat masuk sangat dalam dan ada yang butuh upaya ekstra. Sedangkan keterampilan, maksudnya, subjek dapat meningkatkan kemampuannya untuk masuk ke dalam kondisi hipnosis yang dalam dengan latihan rutin.
Bila subjek dibimbing oleh hipnoterapis maka kemampuan masuk ke kondisi hipnosis yang dalam dipengaruhi oleh faktor dalam diri subjek dan terapis. Faktor dalam diri subjek, seperti yang telah saya jelaskan di artikel “Mengapa Gagal Melakukan Induksi?”, meliputi bakat, niat, motivasi, pengharapan, keikhlasan untuk dihipnosis (mengijinkan atau tidak), kepercayaan pada hipnoterapis, tingkat kecerdasan, level pendidikan, pemahaman bahasa, ada atau tidak rasa takut, bersedia tidak menganalisis, dan resistensi.
Sedangkan faktor dalam diri terapis yang mempengaruhi kedalaman hipnosis yang dicapai klien yaitu conscious dan hypnotic rapport yang terjalin dengan klien, tingkat rasa percaya diri, niat, keterampilan melakukan induksi, ragam teknik induksi yang dikuasai, postur, level otoritas hipnoterapis di mata klien, dan kemampuan komunikasi yang baik, dan kemampuan menurunkan gelombang otak secara sadar masuk ke kondisi yang rileks saat melakukan induksi.
Ada banyak skala kedalaman hipnosis yang diciptakan oleh pakar hipnoterapi atau lembaga riset terkemuka. Masing-masing menggunakan skala yang berbeda. Beberapa di antaranya: Davis-Husband Scale, Friedlander-Sarbin Scale, Lecron-Bordeaux Scale, The Stanford Scales of Hypnotic Susceptibility, Children Hypnotic Susceptibility Scale, Standford Clinical Case for Adults, Standford Clinical Scale for Children, Barber Suggestibility Scale, Barber Creative Imagination Scale, Heron Depth Scale, Hartman Depth Scale, The Arons Scale, Harvard Group Scale, Long Standford Scale, dan Hypnotic Induction Profile.
Dalam hipnoterapi klinis skala mana sebaiknya digunakan?
Ini bergantung pada masing-masing hipnoterapis. Yang sering digunakan adalah Davis-Husband Scale yang terdiri atas 30 level kedalaman dan Harry Arons Scale terdiri enam level kedalaman. Ada juga yang sama sekali tidak menggunakan skala kedalaman apapun. Hipnoterapis tipe ini tidak memandang perlu untuk melakukan uji kedalaman untuk mengetahui level kedalaman yang dicapai klien.
AWG menggunakan skala kedalaman yang saya susun sendiri berdasar riset literatur dan pengalaman praktik. Adi W Gunawan menamakannya Adi W. Gunawan Hypnotic Depth Scale yang terdiri 40 level. AWG mengajarkan dengan sangat rinci mengenai AWG Hypnotic Depth Scale di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy karena protokol terapi yang AWG kembangkan, Quantum Hypnotherapeutic Protocol, hanya bisa dilakukan dalam kondisi deep trance (profound somnambulism).
Beberapa teknik tingkat lanjut yang kami kembangkan hanya bisa dilakukan minimal di kedalaman Esdaile State ( jauh di bawah profound somnambulism), bahkan ada yang hanya bisa dilakukan di level Ultimate Depth. Untuk itu terapis harus benar-benar tahu di mana keberadaan klien dan bagaimana cara mencapai kedalaman ekstrim yang menjadi syarat kondisi untuk menggunakan teknik tingkat lanjut.
Dari hasil riset terkini diketahui bahwa kondisi hipnosis adalah kondisi pikiran yang rileks, bukan fisik yang rileks. Dengan demikian, saat tubuh subjek rileks tidak berarti ia telah masuk ke kondisi hipnosis. Sebaliknya, saat pikirannya rileks, walau tubuhnya tidak rileks, subjek sudah masuk ke kondisi hipnosis.
Kedalaman Hipnosis dan Gelombang Otak
Skala kedalaman yang AWG jelaskan di atas disusun jauh sebelum teknologi pemindaian otak dan EEG berkembang. Saat ini, selain menggunakan acuan skala kedalaman yang telah ada, AWG dapat menggunakan mesin EEG yang didesain khusus untuk mengukur pola gelombang otak saat seseorang masuk ke kondisi hipnosis (yang dalam).
Dari pengukuran gelombang otak dengan DBSA diketahui bahwa siapa saja, terlepas dari tipe sugestibilitasnya, bila masuk ke kondisi hipnosis selalu mengalami perubahan pola gelombang otak secara signifikan. Perubahan ini ada yang diikuti dengan respon fisik tertentu, misalnya lebih rileks, napas lebih lambat, dan ada juga sama sekali tidak mengalami perubahan atau sensasi fisik.
Pola gelombang otaknya seperti berikut:
Pola gelombang otak saat sadar normal.
Pola gelombang otak saat pikiran mulai rileks atau mulai masuk kondisi hipnosis.
Pola gelombang otak saat pikiran sangat rileks, fokus, dan reseptif. Kondisi ini disebut deep hypnosis / deep trance atau deep mental relaxation.